Kamis, 26 Juli 2012

CERPEN PENGALAMAN PRIBADI



 
SMILE DON’T CRY

Masa kecil adalah masa yang menyenangkan. Bisa bermain tanpa terbebani oleh pikiran yang beranekaragam,bahkan dapat tertawa lepas memecah indah. Mendangarkan gemericik air dan ranting-ranting pohon yang saling bergesekan memainkan lagu indah untukku serta  kicauan burung-burung kecil dipepohonan, lengkap sudah kebahagiaan waktu kecil.
Sebentar lagi akan diadakan perpisahan untuk kami. Aku merasa gembira dapat mempersiapkan hari itu. Ditambah lagi, aku ditunjuk oleh wali kelas untuk membawakan sambutan dari kelasku yaitu kelas 6. Entah mengapa aku merasa  mendapatkan kehormatan yang lebih dimana, akulah yang mewakili seluruh murid kelas 6. Acara berlangsung penuh bahagia dan air mata. Sejenak aku merenung oh...tuhan, hari ini segera berakhir dan aku lulus, tapi mengapa secuil hati inisepertinya tidak merelakan untuk dilupakan. Sayang sekali kalau yang ada didalam ruangan saat ini dibersihkan karena ruangan ini adalah saksi bisu akhir aku belajar disekolah dasar serta sudah banyak waktu untuk mendekorasi  ruangan ini, tentunya dengan arahan semua guru. Namun aku sadar bahwa acara perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, masih banyak waktu untuk terus menjalin pertemanan kami. Disudut ruangan aku melihat sahabatku sepertinya menangis,tentunya menangis bahagia.NamanyaAna Khurniawati, dia masih saudara jauhku. Dia anaknya kurus namun sangat gigih sekali jika ingin mendapatkan sesuatu.
“ Ohhh.....aku tak ingin melupakan semuanya!”
“ Pastinya tidak, kita akan selalu mengenangnya dimanapun kita berada.” Jawabku,
Mungkin dia kaget dengan kedatanganku yang tiba-tiba sudah berada disebelahnya.Aku mencoba membuat suasana tak lagi mengarah sedih, walaupun sebenarnya aku tak bisa menyembunyikan kilatan bening dipelupuk mata yang mulai basah.   
***
Setelah perpisahan dan lulus dari sekolah dasar dengan nilai yang cukup memuaskan, aku berencana melanjutkan kejenjang sekolah yang lebih tinggi. Aku dan orangtuaku sudah memutuskan bahwa aku akan meninggalkan kampung halamanku menuju daerah baru yang bernama Jawa, untuk mencari pendidikan yang lebih baik. Lagi dan lagi aku mengalami perpisahan dengan banyak hal dari sahabat, keluarga dan kampung halaman tercinta.
Mentari memunculkan sinarnya dipagi yang cerah, embun berserakan diatas  rumput depan rumahku. Sebelum benar-benar berangkat aku menyempatkan waktu untuk memberikan kenang-kenangan pada sehabatku itu.
“ Makasih ya, semoga kamu betah disana dan jangan melupakan aku.”
Kata yang sederhana namun aku harus menjaganya, aku bisa memanfatkan media elektronik yang ada, zaman sekarang sangat membantu untuk menjalin silaturahmi tetap terjaga.
“ Ya, aku enggak akan melupakan orang-orang yang ada dalam hidupku dan yang selalu membuat hari-hariku bahagia sepertimu, he...he...” jawabku.
Suasana kembali bahagia, karena kejadian yang membuka kenyataan hari ini tak sedetikpun dapat kulupakan. Kupandangi semua orang yang ada dihadapanku. Tanggal 26 Juni 2008, salam perpisahantelah terlontar dari bibirku namun aku berdoa semoga perpisahan hanya kata-kata kiasan, karena aku tak ingin berpisah dalam segala hal. Kata perpisahan terlalu kasar buatku karena perpisahan bukan benar-benar berpisah, toh kita juga dapat berhubungan beik selama kita bisa dan aku sangat yakin bahwa aku bisa. Mobul yang membawaku melaju kencang , menembus seluruh jalanan. Kubuka jendela mobil dan membiarkan udara panas kala itu masuk, namun udara panas telah terkalahkan oleh angin yang membawa kesejukan datang meringankan seluruh tubuh karena aku sudah terlalu lama hanya duduk yang bisa kulakukan. Dan waktu perjalanan masih sangat lama. Kira-kira sumatera – jawa dapat  ditempuh sekitar 2 hari. Terbayangkan betapa lelahnya kaki ini harus menekuk. Aku tak terbayang lelahnya bapakku yang harus mengemudikan mobil.
“ Masih lama ya, pak?”
“ Ya...iya toh, ini saja belum sampai Bakauni. Nanti malam baru sampai sana.” Jawab bapakku, yang masih konsentrasi mengemudikan mobil.
Aku selalu bangga dengannya, banyak hal yang harus aku pelajari darinya. Sudah berapa detik,menit atau jam yang berlalu kulewatkan dengan duduk melamun. Memandangi setiap lampu-lampu penerang jalan hingga akhirnya lampu itu menyala seiring lamanya perjalanan ini. Tak terasa malam tiba, mobil kami memasuki sebuah bagasi kapal feri. Kapal itu begitu besar yang berisi puluhan kendaraan bermotor. Aku sempat berfikir, manusia memang canggih dapat membuat sebuah kapal yang tidak bisa mengapung diantara samudera nan luas. Sayang aku datang diantara malam yang gelap gulita sehingga aku tak dapat melihat pemandangan lautan yang penuh dengan warna biru menyejukkan hati. Aku hanya dapat melihat pemandangan penuh lampu-lampu penerang jalannya kapal ini dan yang lainnya. Deburan ombaknya sangat besar, angin malam menerpa tubuhku, sangat dingin. Saat aku duduk memandang laut, aku melihat cahaya kelap-kelip.
“Wah,,,,itu pulau ya, pak? Hampir sampai.” Tanyaku pada bapak.
“ Yang itu bukan, itu juga kapal. Inikan malam jadi Cuma terlihat lampu-lampunya, itu jauh loh...”jawabnya.
“Aku kira itu pulau, habis kayak lampu-lampu sebuah kota, berarti kalau dekat besar sekali ya.”
Hening sejenak....
Tiba-tiba di bawah laut ada segerombolan anak yang berusaha meminta sedekah dari kami. Ramputnya pirang dan kulitnya hitam merah, sungguh kasihan mereka. Jika siang pastilah mereka kepanasan dan malam hari kedinginan. Mungkin kadangkala perut mereka belum terisi makanan apa-apa.
“Mana uang recehnya,itu ada pengamen laut?”
“Wah...malam-malam begini masih ngamen pake berenang segala apa enggak dingin?”
“Mereka sudah terbiasa.....”
Mencari sedekah tanpa menghirukan keselamatan tapi mereka tetap bahagia. Aku merasa, masa kalah sama mereka, yang masih bahagia dalam himpitan hidup, sedangkan aku menjalani perpisahan walaupun belum benar-benar berpisah saja sedih, No.............I must stop  ( smile don’t cry).
Jam menunjukan pukul 10.00. sebenarnya aku ingin sekali mencicipi kopi buatan pedagang yang ada di kapal ini, dingin-dingin sepertinya enak dan segar jika minum yang panas-panas. Tetapi kuurungkan niatku, jika melihat harga secangkir kopi. Harganya melampau batas yang kupikirkan, yaitu Rp 6.000 per gelas kecil. Daripada membuang-buang uang, segera saja aku tidur lelah sekali rasanya.
Krrriiingggg.......message masuk.
Segera kubuka sms itu, aku ingin tau gerangan siapa yang mengantarkan sms sepagi ini.
From: ana
Good morning friend
           Ternyata Ana yang menbangunkanku dan segera saja kubalas sms darinya.
Pagi ini tanggal 28 Juni 2012, aku berjanji untuk membuka lembaran baru hidup yang baru dengan penuh kebahagiaan. Kulihat papan penunjuk arah mobil segera memasuki wilayah Purbalingga, dalam benakku seperti apa sih kota ini.
“Segera sampai tempat budhe, siap-siaplah” kata bapak mengingatkan ku.
Huft....budhe I’m coming. Kata-kata itulah yang bisa kuucapkan karena aku sungguh merasa bahagia.

0 comments:

Posting Komentar

 
Blogger Widgetskupu