WATU LINTANG
Dipinggir
sungai plampon desa Sokanegara kecamatan Kejobong kabupaten Purbalingga ada
keunikan tersendiri yaitu adanya batu yang berbeda dengan batu umumnya, besarnya
berdiameter kira-kira 4 meter. Maka dari itu banyak yang terkesan saat
melihatnya. Tidak hanya berkesan saja tetapi menurut orang banyak batu itu
bukan sembarangan batu,tetapi batu itu jatuh dari langit. Oleh karena itu
disebut “ watu lintang” atau batu langit. Tidak ada yang mengetahui kapan jatuhnya
batu itu kebumi, tetapi menurut cerita yang beredar di kalangan masyarakat
sekitar tidak bisa ditebak betul atau tidak cerita tersebut.
Tiba-tiba ada cahaya yang
terang benerang jatuh dari langit yang dituju tidak lain adalah desa
Sokanegara. Setelah jatuh kebumi ternyata batu yang besarnya tidak wajar itu sudah ada di sekitar batu yang lainnya.
Walaupun
sudah bertahun-tahun keadaan batu itu ternyata tidak berubah tetap seperti
tadinya yang terang dikala malam hari.terangnya batu itu membuat senang warga
yang ada disekeliling batu tersebut. Desa itu terang sekali dan sorot cahaya
yang keluar dari batu kelihatan asri dan tidak membuat bosan jika dilihat. Maka
dari itu orang-orang disekitar desa Sokanegara memerluakan datang hanya ingin
melihat keindahan batu tersebut.
Tetapi suatu
malam cahaya batu itu tidak kelihatan lagi, desa itu kelihatan gelap lagi. Batu
yang tadinya kelihatan cahayanya sekarang tidak lagi mengeluarkan cahaya
seperti lentera kehabisan minyak. Malam yang tadinya terang sekarang gelap
lagi. Tidak ada pemandangan indah yang bisa menarik perhatian warga desa
Sokanegara lagi. Apa menyebabnya?
Ceritanya
diwaktu itu terdapat orang dua yang bernama Malingguna lan Malingsakti. Orang
dua itu yang menyebabkan cahaya batu menghilang karena semenjak ada batu yang
bercahaya itu banyak orang kaya raya yang senang-senang ternyata dibalik semua
itu masih banyak orang lain yang melarat yang tidak bisa bersenang-senang
karena kekurangan bahan makanan,rumahnya pun sudah reot dan hampir rubuh.
Melihat keadaan itu mereka tidak tega melihat orang yang melarat tersebut
mulanya pikiran mereka hanya ingin membantu memberantas kesengsaraan itu.
“aku punya
ide,dhi. Tetapi kamu jangan keberatan ya!” ucap Simalingguna kepada si
Malingsakti. Yang mendengar ide temannya itu menjawab:
“ya, cepat
katakan apa yang harus dilakukan agar warga kabeh bisa bangkit dari
kesengsaraan,tidak ada lagi yang mengatakan lapar sampai mati.” Kata
Malingsakti.
Ide itu tidak
lain ya adalah mencuri atau mengambil barang orang kaya yang centil yang dapat
membantu orang-orang. Semua orang
melarat menerima bagian yang dijatahkan setiap paginya.
Sampai ilmu
yang dipunyai Malingguna dan Malingsakti tidak dapat dipahami orang lain. Malka
dari itu mereka disebut Malingguna dan Malingsakti. Barang yang dicuri mereka
tidak ketahuan karena mereka mencuri
barang yang dimiliki oleh orang kaya yang pelit serta barang itu untuk
disumbangkan kepada orang melarat yang membutuhkan bukan untuk dirinya sendiri.
Walaupun
mereka sakti namun mereka merasa terganggu oleh cahaya yang ditimbulkan oleh
watu lintang. Karena dari terangnya seakan tidak ada bedanya siang dan malam.
Mulanya tindakannya merasa terganggu,tidak bisa melakukan kegiatan mencuri itu
sampai rapi, karena bisa di ketahui orang lain.
“wah kalau
begini terus,kita tidak bisa mencuri.bagaimana caranya biar batu itu hilang
cahayanya?” tanya Malingguna kepada
Malingsakti. Dengan kepintaran mereka, dapat menemukan ide untuk membuat batu
itu tidak lagi bercahaya dan dapat membantu orang yang miskin.keduanya
menemukan ramuan dari tumbuhan dan disebar diatas batu tersebut. Lalu mereka
menggunakan cara lain yaitu dengan cara menggunakan air garam yang disebar
dibatu itu. Ternyata cara mereka mulai menampakkan hasilnya,malamnya cahaya terang itu seudah berkurang tidak seperti
malam sebelumnya. Oleh karena itu mereka melakukannya berkali-kali sampai
cahaya itu tidak terang lagi.
Malingguna
dan Malingsakti senang hatinya.
“ Bisa, dhi.
Bisa mati!” ucap Malingguna yang di acungi jempol oleh Malingsakti.
Beda keadaan
dengan Malingguna dan Malingsakti, warga di Sokanegara malah kaget dan gumun
kenapa batu yang terang tiba-tiba mati. Pada tidak rela kalau keadaan yang
membuat senang dan membuat terangnya desa kini tidak ada lagi. Warga desa mengira-kira
siapa yang membuat keadaan seperti itu. Walaupun tidak lama bertemu warga desa
mencurigai orang yang tak lain adalah Malingguna dan Malingsakti. Curiga karena
pencurian yang dilakukan mereka tidak ketahuan. Keduanya lalu dimintai
pertanggung jawaban dari kesalahanya. Orang-orang yang dibantu oleh mereka
merasa bersalah karena apa yang diterima selama ini yang menyebabkan hilangnya
cahaya “watu lintang”. Desa yang tadinya terang benerang sekarang menbjadi
gelap gulita lagi.
Sumber : Sutarman.2009. Wiji
Wursita Basa Jawi kelas 8 semester II. Purbalingga: MGMP Bahasa Jawa SMP
Kabupaten Purbalingga.
0 comments:
Posting Komentar